Tag: seni

  • Berkilau di Panggung Inklusif: Pesta Kesenian Bali ke-47

    Berkilau di Panggung Inklusif: Pesta Kesenian Bali ke-47

    Harmoni Kreativitas Anak-Anak Berkebutuhan Khusus di Taman Budaya Denpasar

    Senin sore, 23 Juni 2025, menjadi hari yang tak terlupakan bagi ratusan anak-anak berkebutuhan khusus dari berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) di Bali. Gedung Ksirarnawa di Taman Budaya Art Center Denpasar menjadi saksi keberagaman bakat dan semangat yang membara dalam ajang Rekasadana atau Pagelaran Kreativitas SLB se-Bali. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 dengan tema Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya, yang bermakna “Harmoni Semesta Raya”.

    Pentas seni kali ini bukan sekadar pertunjukan biasa. Ini adalah momen pemberdayaan dan penghargaan atas potensi luar biasa dari para anak-anak yang seringkali terpinggirkan karena keterbatasan fisik maupun intelektual. Sebanyak 11 SLB dari berbagai kabupaten di Bali turut serta dalam pagelaran yang digelar pada hari ketiga PKB tahun ini.

    Persiapan Intensif dan Antusiasme Tinggi

    Di balik panggung megah, suasana penuh antusiasme terlihat jelas. Para siswa tampak sibuk memoles gerakan tari bersama guru-guru mereka. Ada yang sedang mengecek urutan penampilan agar tidak tertinggal dari kelompoknya masing-masing. Di tengah keramaian tersebut, dua sosok kembar, Gus Raka dan Gus Rayi, mencuri perhatian. Mereka adalah siswa SLB Negeri 3 Denpasar yang siap membawakan Tari Kecak sebagai bagian dari epos Ramayana.

    Keduanya mengenakan kostum khas penari Kecak dengan tubuh dilukis dan kain poleng hitam-putih di pinggang. Ibunda mereka, Jeropatma, datang lebih awal sejak pukul delapan pagi untuk mendampingi kedua putranya. Ini adalah kali pertama Gus Raka dan Gus Rayi tampil di pentas seni besar. Jeropatma mengaku bangga dan bahagia melihat semangat anak-anaknya selama latihan.

    “Jujur, saya sangat senang. Mereka antusias dari awal latihan. Tiap ada kegiatan seni, mereka langsung semangat,” ujarnya. Ia juga menyiapkan hadiah kecil sebagai bentuk apresiasi atas usaha anak-anaknya, meskipun keduanya mengidap Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Menurut Jeropatma, apresiasi itu penting untuk menjaga semangat dan mood mereka.

    Penampilan Memukau dan Dukungan Penonton

    Tepat pukul lima sore, panggung pun dibuka. Ribuan penonton memenuhi gedung, bahkan banyak yang harus duduk di sela-sela lantai kosong karena kursi sudah tidak mencukupi. Tari Puspa Wresti dari SLB Negeri 1 Gianyar membuka rangkaian penampilan, diikuti oleh Tari Topeng Bujuh dari SLB Negeri 1 Bangli. Setiap penampilan disambut tepuk tangan meriah dari penonton.

    Tri, seorang pengunjung asal Surabaya, mengaku terpesona dengan kepiawaian para penari. “Hebat banget. Gerakan mereka rapi. Tidak kalah dari anak-anak di sekolah umum,” katanya. Ia juga memberikan apresiasi tinggi kepada para guru yang membimbing penampilan dari sisi panggung.

    Saat giliran Tari Kecak tiba, Gus Raka dan Gus Rayi menunjukkan performa yang mengharukan. Meski memiliki keterbatasan intelektual, mereka berhasil menyimak irama, mengingat formasi, dan menyatukan gerakan dalam alur cerita Rama dan Sinta. Ronald, alumni SLB 3 Denpasar yang bertindak sebagai Rama, juga tampil konsisten dan percaya diri.

    Makna Inklusivitas Melalui Seni

    Penampilan malam itu bukan hanya tentang tarian, tetapi juga simbol bahwa kesenian bisa menjadi jembatan inklusivitas. Panggung Ksirarnawa tidak hanya memancarkan cahaya lampu dan riasan pentas, tapi juga harapan dan penghargaan bagi mereka yang sering luput dari sorotan.

    Ketua Kurator Pesta Kesenian Bali, I Wayan Dibia, mengatakan bahwa ruang bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk tampil semakin terbuka lebar. “Karena kenyataannya, mereka juga mampu untuk tampil,” kata Dibia, yang juga Guru Besar Koreografi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

    Selain itu, ia juga menyoroti perkembangan keterlibatan perempuan dalam kesenian tradisional Bali, terutama dalam alat musik seperti gamelan dan angklung. Sejak tahun 1985, setelah adanya kelompok Gamelan Sekar Jaya yang melibatkan penabuh campuran, ruang perempuan dalam dunia seni semakin berkembang. Kini, terdapat grup angklung wanita di beberapa kabupaten seperti Gianyar, yang membuktikan bahwa perempuan tidak lagi hanya dikaitkan dengan tugas persiapan upacara atau menjadi penari saja.

    Dengan penyelenggaraan Rekasadana tahun ini, Bali kembali menegaskan komitmennya dalam membangun harmoni melalui seni. Anak-anak luar biasa dari SLB se-Bali telah menunjukkan bahwa potensi mereka sama gemilangnya dengan siapa pun. Mereka bukan hanya penari, tapi juga inspirasi bagi masyarakat luas.